Catatan Pernikahan 8 : Jangan Ikuti Ego Maka Kamu Akan Beruntung

ceritanya kemarin saya lagi PMS. Klo lagi PMS bawaannya kesel dan biasanya suami yg jadi “korban” (yang sabar ya suamiku 😀 )
tadinya masuk kamar, mo nangis di sana. tapi akhirnya memutuskan keluar kamar (bahu mana bahu???) , sambil berjalan kyk anak kecil ke arah suami. Aku pun duduk di pangkuannya, merangkulnya, dan menyandarkan kepala ke bahunya.
Tangisku pun tumpah sambil mencurahkan rasa kesal yang ada di hatiku. Suamiku merespon dengan tenang sambil sesekali mengusap punggungku. Usapan ini biasanya bisa cepat menenangkan aku.
Anakku melihatku, melihat kami. wajahnya tenang tampak kabita (pingin juga). Tiba-tiba ia mendekat dan nyelip di tengah kami. ia ingin ikut dipangku, ingin ikut dipeluk. Ia lanjut menonton film dalam pangkuan kami.
Entah, apa efek psikologisnya bagi anak. bila anak kami menangispun kami biasa memeluknya,mengusap punggungnya, menanyakan kondisinya. Nak, bginilah kami saat menyelesaikan masalah diantara kami. Mendengarkan dan memeluk. bukan bertengkar. Kelak bila sudah menikah jangan lupa peluk juga istrimu kala ia menangis, ia sedang sangat membutuhkanmu. Selesaikanlah masalah dengan cara yang penuh kasih sayang.

—-
Yang saya ceritakan diatas hanya ringkasan dan endingnya saja. sehari lebih sebelumnya kami mengalami proses yg menguji kesabaran dan menguji ego kami (walau demikian kami tidak bertengkar). Setelah pertarungan batin kami akhirnya memilih untuk tidak mengikuti ego. untuk keluarga kami. Sesuai tujuan kami, meraih keluarga samara.

Buahnya memang terasa manis. Rasul pernah menyampaikan jangan marah bahkan diulang hingga 3 kali. Bahkan kita bisa merasakan kebahagiaan(anggaplah surga dunia) dalam rumah tangga. Aku memaknainya
jangan ikuti ego maka kamu akan meraih surga dalam rumah tanggamu
jangan ikuti emosi maka kamu akan meraih surga dalam rumah tanggamu
jangan ikuti amarah maka kamu akan meraih surga dalam rumah tanggamu

– 10 Januari 2016 –

———–

Hari ini (14 jan 16) Tiba-tiba jadi ingin mencari haditsnya 😀

Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Ada seseorang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamseraya berkata: “Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Janganlah kamu marah.” Beliau mengulanginya berkali-kali dengan berkata: “Janganlah kamu marah.” (HR. Bukhari 6116, Ahmad 2/362)

Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata: Ada seseorang yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdan bertanya: “Wahai Rasulullah, tunjukilah aku sebuah amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab: “Jangan marah, dan bagimu surga.” (Shahih li ghairihi. HR. Thabarani, lihat Shahih Targhib 3/46)

orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Alloh menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran [3]: 134)

 

Aku Cemburu

Aku Cemburu

Sebelum aku menikah dengan suami sempat kami saling menceritakan orang yang sempat berproses dengan kami masing-masing. Setelah beberapa kali mendengar ceritanya ternyata hati aku agak panas juga dan mengarah kepada perasaan cemburu. setelah beberapa hari merasakannya, saya pikir klo saya biarkan perasaan ini akan berkembang negatif. Aku khawatir sikapku padanya pun akan terbawa negatif. Akhirnya saya memutuskan untuk menyampaikan apa yang saya rasakan tersebut.
“Yudha, saat kamu menceritakan masa lalumu saya kyknya jadi merasa cemburu” ungkapku.
Ternyata pernyataan tersebut memancing keterbukaannya pula “Sama, klo ine cerita proses ine yang lalu saya jadi minder” uangkapnya.
rasanya lega sekali telah menyampaikannya. Sejak saat itu kami tidak prefer saling bertanya maupun menceritakan masa lalu kami.

Bagiku masa lalunya telah berlalu, yang penting apa yang kurasakan dari sikapnya sekarang. Yang aku rasakan dia memiliki rasa sayang dan berkomitmen padaku meski tak pernah ia ucapkan lewat kata-kata. Sikapnya yang lembut dan berhatian dengan menjaga sikap hormat. Keterbukaannya, inisiatifnya memberi kabar, kegesitannya menapaki langkah proses menuju menikah. Sikapnya inilah yang membuatku merasa tentram dari pikiran macam-macam maupun perasaan galau.

Aku Ingin Dipeluk

Bila saya ada uneg-uneg dan belum disampaikan ke suami rasanya di pikiran ini si uneg-uneg selalu melintas, berputar seperti loop. setiap ia melintas tak terasa air mata ini meleleh.

Wlo dalam suasana kesal dan berderai air mata, kadang saya merasa lucu dengan diri saya sendiri. Aku selalu menyembunyikan bahwa diriku ini sedang kesal, tapi aku sebenarnya ingin diketahui sedang kesal. aku ini cewek banget hihihihihi

Aku tahu solusinya aku harus menyampaikan uneg-uneg ini. Aku paham klo pria tidaklah peka dan ia memang “tidak akan tahu masalahnya” atau “harus berbuat apa” bila kita tidak menyampaikan. Rasanya ada pertarungan dalam diri ini, antara keinginan (kayaknya bawaan sebagai perempuan :D) agar “suami mencari tahu sendiri” dengan konsekuensi kondisi ini akan lama berakhir dan aku terkungkung dalam emosi negatif dan bisa berkembang menjadi sensitif. Atau “aku menyampaikan” karena begitulah mekanismenya dengan pria lalu masalah selesai.

Suatu malam akhirnya ketahuan bahwa aku sedang menangis. Seperti biasa suami akan memelukku dan mengusap-ngusap punggungku bila aku menangis. Ia tanya ada apa-apa. “gak ada apa-apa” jawabku dengan muka sembab. Rasanya geli ke diri sendiri juga, wanita wanita….” wlo ada apa-apa” tetap bilangnya “gak ada apa apa”. Memang saat wanita mengatakan “tidak ada apa-apa” bukan berarti memang tidak apa-apa” lihat sikapnya, intonasinya, mimiknya, dsb.

Sambil terus memelukku Ia berkata “maafkan aku bila ada salah ya ayhank”. Beberapa kali suamiku bertanya lagi ada apa, dan aku masih menjawab “tidak knapa2”. akupun mencoba berpikir lebih logis dan menahan perasaan “ine, klo kamu ga bilang nanti masalah ga akan beres, kamu akan terus berkutat dalam emosi negatif”. hmmm…

Butuh waktu beberapa lama untuk berkompromi dengan diriku sendiri dan menguatkan diri. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bilang. Sambil bibir menyeng-menyeng nangis mengungkapkan asa hati “Papa, kemarin tidur sendiri, ga mau meluk aku.TT” . Suamiku senyum-senyum dan nyengir-nyengir, “iya, kemarin kan mau berencana bangun dini hari (memang kebiasaan suamiku klo mau bangun dini hari tidur di tempat kerja, karpet, dll). Masih dengan bibir menyeng dan suara seperti anak kecil “… Aku ingin dipelukan papa dulu klo mo bobo 😦 “. “Iya…” Suami senyam senyum akhirnya tahu masalahnya “Sini-sini aku peluk”.

fiuhhhhhh rasanya lega banget sudah menyampaikan. Tangispun langsung berhenti. Tapi aku sambil tutup muka terutama mata yang bengkak karena kelamaan nangis, malu nangis-nangis karena sebenarnya ingin dipeluk aj. Bagiku ga sekedar “AJA” tapi pelukan ini penting, Setelah sesi tsb aku pun bisa stabil dan bersikap biasa lagi.

@ine_Fath

Kala Aku Patah Hati

patah hatiDulu, Setiap patah hati … yah namanya patah hati pasti ada rasa sakit/sedih meski sedikit. Banyaknya sih berurai air mata. Aku biarkan diriku menangis, karena beban di dada ini rasanya terkurangi setelah ku mencurahkan rasa ini dalam tangis. Tangis ini momen dimana aku sedang berada dalam perasaanku terdalam, aku manfaatkan momen tersebut untuk curhat kepada Allah sepenuh rasa, untuk berdo’a padanya sepenuh hati.

“Ya Allah, betapa pedih hati ini terasa. Orang yang kuharapkan/kusukai tak berminat untuk berta’aruf (proses menuju menikah) denganku. Aku tahu ini petunjuk yang terbaik darimu. Lapangkanlah hatiku untuk menerimanya. Hilangkan rasa/harap ini dari dalam hatiku. Namun, tetap jalinkanlah silaturahim yang baik antara aku dengannya. Aku tahu ini berarti menurutmu aku yang terbaik untuknya, dan ia akan mendapatkan yang lebih pas untuk dirinya. Dan akan ada yang lebih pas untukku. Aku mohon persatukanlah aku dengan yang terbaik untukku. Aku ikhlas dan berserah diri dengan ketetapanMu”

Tidak ada rasa benci dalam diriku atas penolakan2 itu. tak keberatan aku untuk membantu mereka mencarikan “calon”. Bahkan pernah kutemani temanku untuk coba dikenalkan dengannya, meski badanku bergetar gugup. Tak pernah kusesali pernah mengenal mereka, karena dari mereka aku mengambil suatu hikmah kebaikan. Allah memang bukan memberi aku rezeki seorang jodoh, namun Ia memberikan aku rezeki lain yaitu perbaikan diriku.

Memoar zaman masih jomblo

Dalam buku “Catatan Sang Mantan Jomblo” saya persembahkan satu bab yang berjudul “ketika kamu patah hati “, semoga menjadi penawar kegalauan para pejuang cinta.

Hidung Pesekku Menemukan Jodohnya

hidungSalah bagian dari fisikku yang membuat aku tidak percaya diri ialah hidungku yang pesek. Dulu aku berpikir bentuk hidungku inilah salah satu faktor yang membuat pria tidak tertarik padaku.

Untuk membuat hidungku tampak mancung aku pun memijit dan manariknya setiap hari. Ketika di foto pun aku selalu berpose miring, pasalnya dengan sudut pose mirng tersebut hidungku tampak lebih mancung.

Kemudian aku mendapat calon suami. Anehnya, dia lebih suka fotoku yang tampak depan dibandingkan foto dengan pose miring. “Bukannya tampak depan hidungku terlihat pesek” tanyaku dalam hati.

Sehari setelah kami menikah aku kaget dengan pernyataan suamiku.

Suami : aku suka hidung ayang.

Istri : oh ya. Kenapa? Bukannya hidungku ini pesek.

Suami : bagiku unik dan menggemaskan

Hatiku melted mendengarnya. Ternyata hidungku ini punya jodohnya. Seorang yang justru senang dengan kekhasannya. Segala puji bagimu ya Allah

Menjemput Jodoh

undangan ine YudhaYudha, itulah nama panggilan suami saya. Pria kelahiran Bandung yang usianya setahun lebih muda dari saya. Pencariannya terhadap jodoh dimulai sejak tahun 2007 silam, tak lama setelah dia lulus kuliah. Beberapa kali mencoba berproses dengan beberapa wanita, tetapi selalu berujung pada penolakan calon mertua. Semua alasan orang tua wanita sama: dia belum mapan secara ekonomi. Dia pun berpasrah, mungkin agak “desperado” juga. Hingga sempat terlintas dalam benaknya, “Saya menunggu ‘ditembak’ (diajak nikah) saja. Bila ada yang ‘menembak’ dan memperjuangkan saya, akan saya perjuangkan dia.”

Saya sendiri pun sama, memulai mencari jodoh setelah lulus kuliah pada tahun 2007. Perjalanannya juga tidak mulus. Pernah merasakan ditolak dan menolak.   Merasakan juga penantian panjang tanpa ada kabar dari pria yang mau dikenalkan dan diproses dengan saya. Padahal saya sudah minat nikah dan biodata saya sudah dititipkan di beberapa teman.

Berbeda dengan Yudha yang komunikatif, saya orangnya cukup kaku saat berkomunikasi dengan pria. Apalagi saat hati saya diwarnai perasaan suka kepada seseorang atau ada pikiran ke arah nikah dengan orang tersebut meski tidak/belum ada rasa suka. Rasanya selalu salah kata, salah ambil topik, salah tanya, dan salah tingkah.

Baca lebih lanjut